Senin, 28 November 2011

Gaya dan Bahasa Pidato di Depan Umum

GAYA LISAN
Gaya lisan merupakan kualitas berbicara yang jelas dibedakan dengan bahasa tulisan. Susunan kata dan tata bahasa yang Anda gunakan tidak dapat berbicara persis seperti yang Anda tulis. Berdasarkan pengamatan sejumlah tulisan dan pengamatan dari ebebrapa peneiti, De Vito (1965, 1990a) menyatakan bahwa pada umumnya bahasa lisan terdiri dari kata-kata yang lebih sederhana, lebih pendek, dan lebih populer daripada kata-kata dalam bahasa tulisan. Bahasa lisan mengandung sejumlah besar istilah referensi sendiri, ungkapan, istilah yang kuantitatif semu (misalnya banyak, sangat, berbagai, sejumlah), lebih banyak mengandung pernyataan yang menyatukan pembicara sebagai bagian dari pengamatan, dan lebih banyak menggunakan kata benda daripada kata keterangan. Sebagaian besar gaya berbicara ini harus dipertahankan di dalam pembicaran di depan umum, namun harus diberikan polesan gaya yang diperkirakan cocok untuk keperluan bericara dan paling efektif dalam mengomunikasikan maksud kepada khalayak pendengar.
Berikut ini pedoman dalam menyusun pidato dalam rangka menghasilkan gaya lisan yang memperhatikan kesempurnaan dan persuasif:
1. kita bicarakan dahulu bagaimana memilih kata untuk mencapai gaya pidato yang efektif.
2. kita akan mengupas beberapa saran dalam menyusunm gaya kalimat yang memberikan kejelasan dan penguatan.

PILIHAN KATA
Dalam berpidato hendaklah memilih kata dengan seksama yang lebih menguraikan, lebih gamblang, lebih sesuai, lebih personal, dan lebih menguatkan.
Uraian dalam gaya bericara harus merupakan tujuan utama dalam berpidato. Berikut pedoman untuk membuat pembicaran yang lebih jelas.
1. yang ringkas, contoh warnanya biru, pukul 21.00 malam hari
2. gunakan istilah dan angka spesifik, contoh lebih baik katakan anjing daripada makhluk hidup
3. gunakan ungkapan yang memandu contoh pendapat saya berikutnya adalah …, coba kita perhatikan bagaimana cara.
4. gunakan istilah pendek, populer, dan umum, contoh lebih baik mengatakan menggali daripada mengorek keterangan
5. gunakan ulangan dan ringkasan internal
6. yang gamblang
7. gunakan kata kerja aktif, contoh lebih baik manajemen menemui kita besok daripada manajemen akan berada di sini besok.
8. gunakan teknik berpidato, perhatikan aliterasi, hiperbola, metafora, metonimi, personifikasi, pertanyan retorik, dan simile
9. gunakan indera, rangsang indera perasaan khalayak
10. indera penglihatan, dalam menguraikan obyek ciptakan bayangan seolah-olah khalayak melihatnya mulai visualisasi tinggi, berat, warna, berntuk, besaran
11. indera pendengaran, rangsang khalayak untuk menguraikan bunyi, misal angin mendesisi, teriakan guru
12. indera perasa, gunakan istilah yang merangsang perasaan pendengar, misal halusnya kulit bayi yang baru lahir, kasarnya kertas ampelas
13. kesesuaian, mengikuti pedoman untuk membantu memilih bahasa yang sesuai
14. berbicara pada formalitas yang sesuai, misalnya ucapkan takkan daripada tidak akan
15. hindari kata asing, jargon, kata teknis, dan singkatan. Memang beberapa singkatan tak asing bagi pendengar, namun harus hati-hati karena tidak semua pendengar paham. Oleh sebab itu, penggunaan singkatan harus diikuti oleh penjelasan artinya.
16. hindari siang dan ungkapan vulgar, tidak boleh menyinggung perasaan pendengar
17. hindari istilah dan ungkapan yang ofensif, misal lebih baik menyebut pemain drama daripada dramawan
18. gaya personal, lebih baik pembicara yang bericara dengan mereka daripada berbicara kepada mereka
19. gunakan kata ganti orang, misal lebih baik ia, saya, anda daripada seseorang
20. pertanyaan langsung ke khalayak, mengajak pendengar untuk menjadi bagian acara dari pembicaraan
21. ciptakan kesiapan, lebih baik mengatakan Anda akan menyukai membaca… daripada Setiaporabg akan menyukai membaca…
22. penguatan, dengan mengendalikan perhatian, pikiran dan perasaan khalayak, dengan bahasa yang menguatkan
23. hilangkan yang melemahkan, misalnya rasanya, menurut pendapat saya
24. hindari kata umum dan klise, misalkan saya tidak mengetahui seni modern, tetapi saya tahu apa yang saya sukai atau ungkapan klise seperti manis seperti madu
25. mainkan intensitas suara dengan derajat inetnsitas gaya yang berbeda-beda untuk menciptakan suasana yang mendalam

PEMBENTUKAN KALIMAT
Pidato yang efektif memerlukan perhatian khusus dalam pembentukan kalimat. Berikut ini beberapa pedomannya.
1. pilih kalimat pendek
2. pilih kalimat langsung, misalnya lebih baik mengatakan Kita tidak usah menerima rancangan … saya tunjukkan kepada Anda tiga alasan daripada Saya ingin memberitahu Anda mengenai tiga alasan mengapa kita tidak perlu menerima rancangan …
3. pilih kalimat aktif, lebih baik mengatakan Manajemen menyetujui proposal itu daripada Proposalnya disetujui oleh manajemen
4. gunakan kalimat yang positif, lebih baik mengatakan kami menolak proposal itu daripada kami tidak menerima proposal itu
5. variasi jenis dan panjang kalimat.Kalimat harus pendek, langsung, aktif, dan positif memang benar, namun terlalu banyak kalimat yang jenis dan panjangnya sama akan terasa membosankan. Gunakan variasi dalam pembentukan kalimat sementaras dengan tetap memperhatikan pedoman umum di atas.

Rangkuman dari DeVito, Joseph A. 1997. Komunikasi Antarmanusia. Jakarta: Professional Books

Selasa, 04 Oktober 2011

PREDIKSI UN 2012

MODUL 2
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas/ Program : XII/ IPA, IPS
Penyusun : Ari Atmaji, M.Pd.


1. Keluargaku tak pernah memaafkannya. Barangkali mereka tak sanggup menerima bahwa aku sendiri sudah lama mengampuninya. Mereka tak bisa mengerti bahwa aku sanggup tetap mengasihi orang yang telah mengucilku ke mari.

Karakter tokoh aku dalam penggalan novel Raumanen di atas adalah ... .
a. pemaaf dan setia
b. sabar dan lembut
c. setia dan serius
d. lembut dan perasa
e. perasa dan acuh tak acuh

2. DOA
Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut nama-Mu

Biar susah sungguh
mengingat Kau penuh seluruh

Caya-Mu panas suci
tinggal kerlip lilin di kelam sunyi

Tuhanku
aku hilang bentuk
remuk
Tuhanku
aku mengembara di negeri asing

Chairil Anwar
Tema puisi tersebut adalah ... .
a. kekecewaan
b. ketuhanan
c. keheningan
d. kesedihan
e. kerelaan

3. Wak Katok berumur lima puluh tahun. Perawakannya kukuh dan keras, rambutnya
masih hitam, kumisnya panjang dan lebat, otot-otot tangan dan kakinya
bergumpalan. Tampaknya masih serupa orang berumur empat puluhan saja. Bibirnya
penuh dan tebal, matanya bersinar tajam. Dia juga ahli pencak dan dianggap dukun
besar di kampung. Dia terkenal juga sebagai pemburu yang
mahir.

Harimau! Harimau!, Mochtar Lubis
Watak Wak katok dalam penggalan novel di atas dilukiskan dengan cara ... .
a. pengarang dengan langsung menganalisis watak pelaku
b. perbincangan pelaku lain terhjadap pelaku utama
c. bagaimana reaksi pelaku itu terhadap suatu kejadian
d. melukiskan keadaan sekitar pelaku
e. bagaimana pendapat pelaku lain terhadap pelaku utama

4. Sukri meraba pisau belati dipinggangnya. Dia menanti bis melintas di halte. Kemudian tidak lama setelah itu sebuah bis berhenti. Dia melompat naik ke dalam bis. Dia duduk di pinggir dekat jendela. darahnya masih tetap mendidih. Dia raba pisau belatinya. Dia lihat dari balik kaca bis, skuter menyelip bis yang ditumpanginya. Dia marah melihat skuter itu. Dia raba pisau belati di pinggangnya. Dia buka pintu pagar rumah Sumarni. Dia lihat skuter diparkir di pekarangan. Sumarni duduk berdua dengan pengendara skuter itu. Dia menyelinap di balik belukar mawar.
Sukri Membawa Pisau Balati, Hamsad rangkuti
Watak Sukri dalam penggalan cerita di atas adalah sebagai berikut, kecuali ... .
a. penghayal
b. pendendam
c. pendusta
d. pencemburu
e. pemarah

5. " Rukiah tidak bersekolah itu bukan salah hamba, melainkan salah kakanda sendiri, sudah berapa kali hamba minta kepada kakanda, supaya anak itu disekolahkan, tetapi kakandalah yang tak suka, karena tak baik, kata kakanda anak perempuan pandai menulis dan membaca suka menjadi jahat. Sekarang hamba yang disalahkan.
Kasih tak Sampai
Nilai budaya yang sesuai dengan petikan novel di atas adalah ... .
a. anak perempuan harus bersekolah
b. anak perempuan suka jahat
c. anak perempuan pandai menulis
d. anak perempuan tidak perlu sekolah
e. anak perempuan tidak baik sekolah

6. .... .
Kami sekarang mayat
Berilah kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian

Kenang-kenanglah kami
Yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Kerawang - Brkasi

Amanat yang tampak dalam penggalan puisi di atas adalah ... .
a. Hargai jasa para pemuda yang gugur dalam perjuangan kemerdekaan
b. Supaya kita selalu mengingat nama-nama para pahlawan kemerdekaan
c. Wapada terhadap segala gangguan yang dapat merusak citra bangsa
d. Hendaknya bersiaplah untuk gugur demi membela bangsa dan negara
e. Hendaknya kita menguburkan dengan wajar tulang-tulang mereka

7. Pertama-tama yang akan saya temui lebih dahulu ialah ninik mamak, pemangku-pemangku adat negeri-negeri yang kita sebutkan tadi, sebab di daerah ini orang-orang adat itu masih kuat sekali kedudukannya. Bukan mereka tidak mau ditinggalkan, tetapi anak kemenakan mereka tidak mau meninggalkan. Umpamanya, kalau ada orang yang menyuruh bergotong royong, mereka menjawab," Ninik mamak saya belum mengatakan...."

Panggilan Tanah Kelahiran, Datuk B. Nurdin Yakob
Nilai budaya dalam penggalan novel di atas adalah ....
a. Selau bergotong royong dalam melakukan sesuatu di masyarakat
b. Menjungjung tinggi adat-istiadat di lingkungan masyarakat
c. Selalu menghargai pendapat para tokoh masyarakat di sekitar itu
d. Pemangku adat di negeri itu sangat kuat kedudukannya
e. Pemangku adat di sekitar itu selalu ingin dihargai dan dihoemati

8. "Siapa yang memberimu makanan ini?"
"Martin. Pemiliknya."
"Nanti kuucapkan terima kasih kepadanya."
"Tak usah," kata anak itu, aku sudah mengucapkannya."
"Nanti kuberi dia daging perut ikan besar," kata lelaki tua itu. "Apakah dia memberi kita makanan lebih dari sekali ini?"
"Kukira begitu."
"Kalau begitu aku harus memberinya lebih dari sekedar daging perut. Ia rupanya sangat memikirkan kita."
"Ia pun memberi dua bir."
"Aku suka yang dalam kaleng."
"Ya, aku tahu. Tapi ini yang dalam botol, bir Hatuey, dan kukembalikan botol-botolnya."
"Kau anak baik," kata lelaki tua itu. "Kita makan sekarang?"
"Sudah sejak tadi kuajak kau," anak itu menjawab dengan sopan, "aku takakan membuka panci ini sebelum kau siap."
"Sekarang aku siap," kata lelaki tua itu, "tinggal membasuh tangan saja aku tadi."

Nilai moral yang terdapat pada penggalan cerita itu adalah ... .
a. membalas budi kebaikan orang dengan keramahan *
b. memberi sesuatu sebagai imbalan
c. pemberian minuman sebagai tanda senang
d. sikap hormat kepada orang tua
e. berbuat baik sesama manusia

9. " Aku tidak akan meminta yang bukan-bukan, Sukri. Kemiskinan telah membikin aku
terbiasa untuk menerima apa adanya. Kau tidak usah memikirkan kado. Dirimu adalah kado perkawinanku yang berharga. Apabila aku sebagai istrimu aku telah bahagia. Jangan pikirkan kado yang tidak-tidak.

Watak tokoh aku dalam penggalan cerita di atas adalah ... .
a. pasrah dan penurut
b. penurut dan sabar
c. sabar dan setia
d. setia dan taat
e. lugu dan jujur

10. "Suria! Hal sekecil itu sudah menerbitkan marahnya, remah anaknya telah menyempitkan merihnya! Akan tetapi hal lain-lain, yang patut dan mesti diperhatikan, hampir tiada pernah diperdulikannya. Rumah tangga! Begini sulitnya urusan rumah tangga, begini susahnya hidup sekarang ini, Suria berlaku bagai acuh tak acuh juga. Yang dipentingkan hanyalah kesenangan dirinya. Burungnya lebih perlu kepadanya daripada anak-anaknya. Hampir tak pernah ia bertanya, bagaimana sekolah Aleh dan Enah.... "
Dari Katak Hendak Jadi Lembu
Penyebab konflik dalam kutipan novel tersebut adalah ... .
a. Suria sibuk dengan pekerjaannya
b. Suria menghadapi banyak masalah
c. Aleh dan Enah susah diurus oleh ibunya
d. Suria mementingkan pemeliharaan burungnya
e. pertengkaran Suria dengan istrinya yang berkepanjangan

11. Gunung tinggi diliputi awan
Berteduh langit malam dan siang
Terdengar kampung memanggil taulan
Rasakan hancur tulang belulang

Maksud penggalan puisi di atas adalah menggambarkan ... .
a. keindahan gunung yang menjulang tinggi
b. kerinduan yang mendalam kepada kampung halaman
c. perkampungan yang dipayungi awan biru yang indah
d. keindahan gunung yang puncaknya selalu berawan
e. seakan kampung halaman memanggilnya

12. Percakapan itu lancar, mengiringi gerak dan sentuhan bidan yang pasti dan ahli memeriksa payudara pasien, pernafasan, mata, tenggorokan. Kemudian mencuci tangan, mengenakan pelindung dari karet.
"Anaknya berapa, Bu?"
"Lima."
"Wah, sudah banyak! Mengikuti Ka-Be atau tidak?"
Pasien itu tidak segera menyahut. Lalu berkata sambil membuang pandang.
"Suami saya tidak mau."
"Euh!" bidan mengeluarkan bunyi sesalan."Ya, dia sih enak saja.! Ibu yang cape!"
Ditanya umur, rumah, nama anak-anaknya. Tiba-tiba bidan itu memandangi wajah pasiennya lagi, seakan-akan mencari satu pengenalan. Ya, benar! Pasien ini sudah pernah diperiksanya.
Etah berapa kali. Barangkali setiap kali beranak.!

Permasalahan dalam penggalan cerita di atas adalah... .
a. agar setiap bidan tidak selalu membicarakan masalah pribadi pada saat bertugas
b. agar setiap bidan tidak bertanya tentang jumlah anak pasiennya
c. agar setiap orang tidak memandang rendah kehidupan orang lain
d. agar setiap ibu merencanaka dan membatasi kehamilannya dengan mengikuti KB
e. agar setiap bidan bersikap ramah, sopan, dan bertindak sesuai dengan tugasnya

13. Rapiah dan mertuanya tidak pernah keluar rumah. Sekalian orang yang datang bertandang sudah mengetahui bahwa mereka tak usah lagi mengetuk pintu atau berseru-seru di beranda muka, melainkan bolehlah terus ke belakang saja buat menemui orang rumah.
Seorang pun di antara segala sahabat Hanafi tak datang ke rumahnya, karena selama ini yang dicari oleh mereka hanyalah Hanafi saja, sedang ahli rumahnya yang lain hanyalah berguna buat menyediakan hidangan belaka.
Kedua perempuan itu, mertua dan menantu, sedang asyik bekerja di dapur. Syafei tidur nyenyak dalam buaian di beranda belakang, diayun-ayun oleh si Buyung.
Salah Asuhan
Nilai moral dalam penggalan novel di atas adalah ... .
a. masuk rumah orang tidak perlu minta izin dulu
b. mertua dan menantu harus rukun dan damai
c. seorang menantu harus taat kepada mertua
d. perempuan lebih banyak berperan dalam rumah tangga
e. tamu yang diterima hanya untuk suami saja

14. Perempuan-perempuan yang membawa bakul di pagi buta, siapakah mereka
Mereka ialah ibu-ibu yang perkasa
akar-akar yang melata dari tanah perbukitan turun ke kota
Mereka; cinta kasih yang bergerak menghidupi desa demi desa
Hartoyo Andangjaya
Pokok masalah dalam penggalan puisi di atas adalah ... .
a. ibu-ibu rumah tangga yang gagah perkasa
b. ibu-ibu yang mencari nafkah ke kota
c. ibu-ibu pedagang sayur dari sebuah desa
d. ibu-ibu rela berjuang demi menghidupi keluarganya
e. ibu-ibu pejuang yang rela mengorbankan tenaganya

15. Aku membaca tulisan yang berjudul Psychologi. Ia tampak malu, menghindari pertanyaan, tanpa kata terucap, tipe seorang ibu yang baik.
"Aku suka kau tidak merokok atau tidak minum-minuman keras"
" Itu tidak bisa dikatakan jelek."
"Yah, mungkin aku lupa menghentikannya" Aku berharap ia tidak memikirkan hal itu.
Jodoh yang Sempurna
Nilai budaya yang tidak sesuai dengan budaya Indonesia dalam penggalan cerpen
terjemahan di atas adalah ... .
a. membaca buku
b. merokok di depan orang
c. minum-minuman keras sambil merokok
d. merokok sambil berbicara
e. merasa malu

Sabtu, 01 Oktober 2011

PREDIKSI UJIAN NASIONAL 2012

MODUL I BAHASA INDONESIA
OLEH : ARI ATMAJI, M.Pd.

1) Premis Umum : Semua penderita kanker tidak boleh makan makanan yang
berpengawet.
Premis Khusus : Pak Markus penderita kanker
Kesimpulan : …

Kalimat yang tepat untuk melengkapi silogisme tersebut adalah .…
A.Setiap makanan yang berpengawet memicu sel kanker.
B.Pak Markus tidak boleh makan makanan yang berpengawet.
C.Pak Markus harus meninggalkan makanan berpengawet.
D.Pak markus sembuh karena tidak makan makanan berpengawet.
E.Makanan berpengawet tidak boleh dimakan Pak Markus.

2) Pada awal Pelita I penduduk Indonesia berjumlah 120 juta jiwa. Pada tahun 1980 jumlah itu bertambah menjadi 141 juta. Lima tahun kemudian menjadi 164 juta. Pada saat sensus penduduk tahun1990 jumlah itu telah menjadi 179 juta jiwa, dengan laju pertumbuhan penduduk 1,97 % / tahun. Jumlah penduduk diperkirakan akan mencapai 200 juta pada tahun 2000, dan pada PJP II mencapai 267 juta orang.

Kalimat simpulan yang tepat untuk melengkapi paragraf generalisasi tersebut adalah ….
A.Karena itu, jumlah penduduk Indonesia terus berkembang.
B.Jadi, jumlah penduduk Indonesia tidak tetap setiap tahunnya.
C.Karena itu, jumlah penduduk Indonesia sedikit bertambah.
D.Jadi, jumlah penduduk Indonesia tidak dapat diatasi
E.Karena itu, solusinya dengan menggalakkan KB.

3. Dengan hormat,
Sehubungan penetapan lokasi perkemahan yang telah disepakati pada rapat lalu,
dengan ini kami beritahukan adanya perubahan, karena ternyata lokasi yang telah
ditetapkan tidak sesuai dengan lokasi yang perkemahan. Untuk itu, informasi
selanjutnya akan secepatnya kami beritahukan.
.........
Isi berita yang terkandung dalam surat di atas adalah ....
A . lokasi perkemahan telah disepakati bersama
B . informasi tentang lokasi perkemahan
C . penetapan lokasi perkemahan
D . perubahan lokasi perkemahan
E . lokasi perkemahan tidak memenuhi syarat
4. Dari hasil berbagai studi tentang transmigrasi dapat diketahui bahwa
transmigrasi swakarsa murni lebih berhasil. Hal ini terjadi karena para
transmigran swakarsa murni mempunyai tekad dan kemauan untuk memperbaiki
hidupnya. Mereka dapat melihat dan memanfaatkan kesempatan-kesempatan dan
fasilitas yang diberikan oleh pemerintah.

Pikiran utama paragraf di atas adalah ...........
A . Tekad transmigrasi swakarsa murni.
B . Pemanfaatan fasilitas oleh transmigran.
C . Kemauan transmigrasi swakarsa murni.
D . Keberhasilan transmigrasi swakarsa murni
E . Pemberian kesempatan kepada transmigran.
5. Penyelenggaraan pameran dan promosi akan makan biaya yang tidak sedikit . Oleh
karena itu, biaya itu harus diperhatikan secara cermat dalam perencanaan, agar
tidak terjadi besar pasak daripada tiang.
Makna peribahasa yang digunakan pada penggalan wacana di atas adalah .........
A . Menekan biaya pameran dan promosi agar mendapat hasil.
B . Ongkos pameran dan tidak sebanding dengan hasil.
C . Kebutuhan pameran dan promosi cukup tinggi dan mahal.
D . Biaya pameran lebih tinggi daripada biaya promosi barang.
E . Biaya pengeluaran lebih tinggi daripada hasil yang diperoleh.
6. Ekspedisi Pulau Moyo merupakan ekspedisi kelautan pertama yang di lakukan
orang-orang Indonesia. Sebelumnya, tahun 1984, memang pernah digelar ekspedisi
serupa dengan nama Snellius II. Akan tetapi, ekspedisi yang melibatkan sekitar 450
orang ahli dan tekhnisi ini dilaksanakan bersama ahli-ahli kelautan dari Belanda.
Istilah "ekspedisi" pada paragraf di atas dapat diartikan .........
A . penyelidikan untuk menemukan sesuatu
B . penelitian yang melibatkan para pakar
C . perjalanan untuk mendapatkan informasi
D . penyelidikan sesuatu yang sudah diketahui
E . penelitian sumber daya manusia
7. (1) Eskalator atau tangga berjalan tak asing lagi di toko-toko kota besar (2)
Namun, hasil teknologi maju ini mempunyai dampak negatip. (3) Anak didik usia TK
hingga SD suka sekali bermain dengan naik turun di sini. (4) Sebagian orang tua
kadang-kadang tidak peduli akan perilaku ini. (5) Jika terjadi korban karena
terjepit, pihak toko/pengusaha yang jadi kambing hitam.
Frase atributif yang berimbuhan dalam paragraf di atas terdapat pada kalimat nomor .......
A . 5
B . 4
C . 3
D . 2
E . 1
8. "Insiden" kecil ini mewarnai karya Suwarno, yang kalau tidak salah juga
merupakan disertasinya. Suwarno adalah orang Yogya. Pendeknya, ia hidup di sana
dan merasakan demikian membudaya. Suwarno terlalu mengagumi Hamengku
Buwono IX. Akibatnya buku itu over repetitive, kurang bermutu, dan kurang
perbandingan.
Penggalan resensi di atas merupakan unsur resensi yang menunjukkan .........
A . ketangguhan buku
B . isi pokok buku
C . deskripsi buku
D . kelemahan buku
E . tujuan penulisan buku
9. (1) RSU ini direncanakan merupakan salah satu alternatif tempat pemilihan
pengobatan di kota ini. (2) Di RSU di pasang alat canggih untuk mendeteksi
kelainan jantung. (3) Pengelola RSU berusaha melengkapi pengobatan setingkat
RSU di kota besar. (4) Jika pertambahan penduduk meningkat 2% per tahun, RSU
ini menjadi alternatif pertama dalam pemulihan kesehatan. (5) Ada asuransi bahwa
pelayanan kesehatan bermutu lebih mudah dikenal dari kecanggihan infrastruktur
klinik maupun rumah sakit.
Kalimat yang mengandung fakta tersebut pada nomor .........
A . 1
B . 2
C . 3
D . 4
E . 5
10. Kalimat berikut yang termasuk kalimat majemuk bertingkat adalah .........
A . Saya bersedia membicarakannya, tetapi ia menolak.
B . Orang miskin itu hidupnya sangat menderita bahkan anaknya sakit.
C . Kami ingin menyampaikan usul bahwa pembinaan agama harus ditingkatkan.
D . Masalah ini sangat penting, karena itu Anda harus datang sekarang juga.
E . Semua tugasnya diselesaikan dengan baik, karena itu ia mendapatkan bonus.
Penulisan bentuk kata gabung yang tepat terdapat pada kalimat ........
A . Hubungan antar negara sangat terbuka pada era globalisasi.
B . Perdagangan agrobisnis tidak terpengaruh oleh krisis ekonomi.
C . Pengembangan bioteknologi harus digalakkan untuk mendapatkan nilai tambahan.
D . Wisatawan manca negara akan berkurang ke Indonesia bila keadaan kurang aman.
E . Subsidi silang sangat diperlukan untuk menyantuni penyandang tuna netra.
Bencana ekologi bukan hanya dialami Indonesia, tetapi juga oleh bangsa-bangsa lain.
Yang termasuk perluasan frasa pada kalimat di atas adalah ........
A . tetapi juga oleh
B . bencana Indonesia
C . ekologi bukan hanya
D . bangsa-bangsa
E . bukan hanya dialami

Politik Bahasa Indonesia

1. Mengapa Kita Mempelajari Bahasa Indonesia?
Mengapa bahasa Indonesia masih harus dijadikan mata kuliah dan dipelajari di semua jurusan atau program di seluruh fakultas di perguruan tinggi, padahal kini banyak di antara kita sudah belajar berbahasa Indonesia sejak lahir dan secara formal sejak di sekolah dasar, bahkan sejak di taman kanak-kanak? Alasannya tiada lain karena Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Pendidikan Nasional, Pasal 37 Ayat 2 mewajibkan perguruan tinggi menyelenggarakan beberapa mata kuliah pengembangan kepribadian yang lebih umum disingkat menjadi MPK. Satu di antara beberapa MPK adalah mata kuliah Bahasa Indonesia. Sebelumnya, mata kuliah Bahasa Indonesia dan sejenisnya diwadahi dalam Mata Kuliah Dasar Umum (MKDU), lalu berkembang menjadi Mata Kuliah Umum (MKU), dan terakhir menjadi MPK.
Mengapa pula undang-undang tersebut begitu? Landasan pemikirannya ada dua. Pertama adalah satu dari tiga butir Sumpah Pemuda 1928 menyatakan “Kami poetra dan poetri Indonesia mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia. Kedua adalah Undang-Undang Dasar 1945, Bab XV, Pasal 36, yang menyatakan bahasa negara adalah bahasa Indonesia. Hal itu dapat diartikan bahwa bahasa Indonesia memiliki dua kedudukan penting, yaitu sebagai bahasa nasional dan sebagai bahasa negara. Dengan perkataan lain, latar belakang mengapa bahasa Indonesia masih harus kita pelajari secara formal sampai di perguruan tinggi adalah adanya dua kedudukan yang dimiliki bahasa Indonesia. Tentu saja, kedua kedudukan tersebut memiliki fungsinya masing-masing.
a. Bahasa Nasional. Dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia memiliki tiga fungsi: (1) lambang kebanggaan nasional, (2) lambang identitas nasional, (3) alat perhubungan antarwarga, antardaerah, dan antarbudaya, dan (4) alat yang memungkinkan penyatuan berbagai-bagai suku bangsa dengan latar belakang sosial budaya dan bahasanya masing-masing.
Fungsi pertama mencerminkan nilai-nilai sosial budaya yang mendasari rasa kebangsaan kita. Berdasarkan kebanggaan inilah, bahasa Indonesia kita pelihara dan kita kembangkan. Selain itu, rasa bangga memakai bahasa Indonesia dalam berbagai bidang harus selalu kita bina dan kita tingkatkan.
Fungsi kedua mengindikasikan bahwa bahasa Indonesia – sebagaimana halnya lambang lain, yaitu bendera merah putih dan burung garuda – mau takmau suka taksuka harus diakui menjadi bagian yang takdapat dipisahkan dengan bangsa Indonesia. Jadi, seandainya ada orang yang kurang atau bahkan tidak menghargai ketiga lambang identitas kita ini tentu sedikitnya kita akan merasa tersinggung dan rasa hormat kita kepada orang tersebut menjadi berkurang atau malah hilang. Karena itu, bahasa Indonesia dapat menunjukkan atau menghadirkan identitasnya hanya apabila masyarakat bahasa Indonesia membina dan mengembangkannya sesuai dengan keahlian dalam bidang masing-masing.
Fungsi ketiga memberikan kewenangan kepada kita berkomunikasi dengan siapa pun memakai bahasa Indonesia apabila komunikator dan komunikan mengerti. Karena itu, kesalahpahaman dengan orang dari daerah lain bisa kita hindari kalau kita memakai bahasa Indonesia. Melalui fungsi ketiga ini pula kita bisa memahami budaya saudara kita di daerah lain.
Fungsi keempat mengajak kita bersyukur kepada Tuhan karena kita telah memiliki bahasa nasional yang berasal dari bumi kita sendiri sehingga kita dapat bersatu dalam kebesaran Indonesia. Padahal, ketika dicanangkan sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia boleh dikatakan tidak memiliki penutur asli karena berasal dari bahasa Melayu. Bahasa Jawa dan bahasa Sunda paling banyak penuturnya di antara bahasa-bahasa daerah yang ada di Nusantara ini. Jadi, berdasarkan jumlah penutur, yang pantas menjadi bahasa nasional sebenarnya kedua bahasa daerah itu. Apalah jadinya seandainya bahasa Jawa atau bahasa Sunda yang diangkat menjadi bahasa nasional. Mungkin saja terjadi perpecahan perang antarsuku, lalu muncul negara-negara kecil. Karena itu, tentu bukan soal jumlah penutur yang menjadi landasan para pemikir bangsa waktu itu. Mereka berpikiran jauh ke masa depan untuk kebesaran dan kejayaan bangsa; dan lahirlah bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional.

b. Bahasa Negara. Bahasa Indonesia dalam kedudukannya sebagai bahasa negara memiliki empat fungsi yang saling mengisi dengan ketiga fungsi bahasa nasional. Keempat fungsi bahasa negara adalah sebagai berikut: (1) bahasa resmi kenegaraan, (2) bahasa pengantar di dalam dunia pendidikan, (3) alat perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan, dan (4) alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan teknologi.
Dalam fungsi pertama bahasa Indonesia wajib digunakan di dalam upacara, peristiwa, dan kegiatan kenegaraan, baik lisan maupun tulisan. Begitu juga dalam penulisan dokumen dan putusan serta surat-surat yang dikeluarkan oleh pemerintah dan badan-badan kenegaraan. Hal tersebut berlaku juga bagi pidato kenegaraan.
Fungsi kedua mengharuskan lembaga-lembaga pendidikan menggunakan pengantar bahasa Indonesia. Lembaga pendidikan mulai taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi mau takmau dalam pelajaran atau mata kuliah apa pun pengantarnya adalah bahasa Indonesia. Namun, ada perkecualian. Bahasa daerah boleh (tidak harus) digunakan sebagai bahasa pengantar di sekolah dasar sampai tahun ketiga.
Fungsi ketiga mengajak kita menggunakan bahasa Indonesia untuk membantu kelancaran pelaksanaan pembangunan dalam berbagai bidang. Dalam hal ini kita berusaha menjelaskan sesuatu, baik secara lisan maupun tertulis, dengan bahasa Indonesia agar orang yang kita tuju dapat dengan mudah memahami dan melaksanakan kegiatan pembangunan.
Fungsi keempat mengingatkan kita yang berkecimpung dalam dunia ilmu. Tentu segala ilmu yang telah kita miliki akan makin berguna bagi orang lain jika kita sebarkan kepada saudara-saudara kita sebangsa dan setanah air di seluruh pelosok Nusantara, atau bahkan jika memungkinkan kepada saudara kita di seluruh dunia. Penyebaran ilmu tersebut akan lebih efektif dan efisien jika menggunakan bahasa Indonesia, bukan bahasa daerah atau bahasa asing.

c. Variasi Pemakaian Bahasa. Variasi pemakaian bahasa Indonesia pun merupakan landasan pemikiran diadakannya mata kuliah bahasa Indonesia sampai di perguruan tinggi. Kita dapat mengetahui perbedaan pemakaian bahasa Indonesia tatkala kita membaca koran nasional dan koran daerah, misalnya. Perbedaan itu dapat juga dibuktikan ketika kita pergi ke daerah lain, baik pilihan kata maupun intonasi, atau bahkan kalimatnya. Begitu pula ketika pergi ke pasar lalu ke kantor atau ke kampus, kita akan segera tahu adanya perbedaan pemakaian bahasa Indonesia. Contoh yang paling mudah untuk melihat perbedaan pemakaian ini adalah bahasa dalam SMS atau ceting (chatting) dan dalam makalah. Bahasa SMS takketat, bahkan bisa dan boleh semau kita, sedangkan bahasa makalah penuh dengan aturan yang harus kita taati.

d. Perkembangan Bahasa. Bila dibandingkan dengan bahasa Inggris, Perancis, Arab, Belanda, Mandarin, Jepang atau bahasa asing lainnya, atau juga bahasa daerah, bahasa Indonesia relatif masih muda. Ia baru lahir pada akhir tahun 1928, yaitu melalui Sumpah Pemuda. Namun, perkembangannya begitu pesat. Hingga tahun 1988 – berarti enam puluh tahun – bahasa Indonesia sudah memiliki lebih dari 60.000 kata. Dalam perkembangannya, bahasa Indonesia menyerap kosakata dari berbagai bahasa, baik bahasa daerah maupun bahasa asing. Banyak kosakata daerah, terutama Jawa dan Sunda, masuk ke dalam bahasa Indonesia. Bahasa asing yang banyak diserap pada awalnya adalah bahasa Arab, lalu bahasa Belanda, dan kini bahasa Inggris. Hingga 1972 bahasa Indonesia dalam hal menyerap lebih berorientasi pada bahasa Belanda. Karena itu, banyak kosakata yang berasal dari bahasa Belanda, misalnya, tradisionil, formil, sistim. Namun, sejak 1972 – bersamaan dengan lahirnya Ejaan yang Disempurnakan (EYD) – bahasa Indonesia dalam hal menyerap kosakata asing lebih berorientasi pada bahasa Inggris. Karena itu, kosakata yang berasal dari bahasa Belanda seperti ketiga contoh taklagi dianggap baku. Kosakata yang dianggap baku untuk ketiga kata tersebut adalah tradisional, formal, dan sistem. Pada akhir tahun 1990-an – ketika yang memimpin Indonesia adalah Abdurrahman Wahid – perkembangan kosakata bahasa Indonesia memperlihatkan gejala lain. Pada waktu itu muncul lagi kosakata yang berasal dari bahasa Arab yang sebelumnya hanya digunakan di lingkungan pesantren. Contohnya adalah kata-kata istigosah, akhwat, ikhwan. Perkembangan tidak hanya terjadi pada bidang kosakata, tetapi juga pada bidang lain seperti istilah atau ungkapan dan peribahasa. Hal tersebut bisa kita temukan dengan membaca Siti Nurbaya karya Marah Roesli dan Saman karya Ayu Utami, misalnya. Contoh lain dapat kita temukan dengan membaca koran tahun 1980-an dan koran tahun 2000-an. Tahun 1980-90an muncul ungkapan menurut petunjuk, demi pembangunan, dan sebagainya. Tahun 2000-an lebih sering muncul kata-kata reformasi, keos (chaos), dan sebagainya.
Perkembangan bahasa Indonesia tidak hanya terjadi pada ragam resmi. Dalam ragam takresmi pun terjadi perkembangan. Bahkan, perkembangan dalam ragam takresmi lebih pesat, namun juga lebih cepat menghilang. Misalnya, pada tahun 1980-an muncul kata asoy yang berarti ‘asyik’; tahun 1990-an muncul kata ni ye yang bertugas sebagai penegas kalimat; tahun 2003-an muncul kata lagi yang bertugas baru sebagai penegas seperti pada ungkapan PD (percaya diri) lagi atau abis lagi. Padahal arti lagi yang sebenarnya adalah ‘kembali’ atau ‘sedang’. Tahun 2004 muncul gitu lo atau getho lho, dan semacamnya. Bidang makna pun mengalami perkembangan. Ada lima penyebab perkembangan makna, yaitu (1) peristiwa ketatabahasaan, (2) perubahan waktu, (3) perbedaan bahasa daerah, (4) perbedaan bidang khusus, (5) perubahan konotasi.
1) peristiwa ketatabahasaan. Sebuah kata, misalnya tangan, memiliki makna berbeda karena konteks kalimat berbeda.
- Agus pulang dengan tangan hampa.
- Dadang memiliki banyak tangan kanan.
- Tangan Didi sakit karena jatuh.
2) perubahan waktu makna dahulu makna sekarang. Bapak : orang tua laki-laki, ayah sebutan terhadap semua orang laki-laki yang umurnya lebih tua atau kedudukannya lebih tinggi
canggih: cerewet, bawel pintar dan rumit, modern saudara : orang yang lahir dari ibu dan bapak yang sama sapaan bagi orang yang sama derajatnya, orang yang dianggap lahir dari lingkungan yang sama seperti sebangsa, seagama, sedaerah

3) perbedaan bahasa daerah. Kata atos dalam bahasa Sunda berarti ‘sudah’, sedangkan dalam bahasa Jawa berarti ‘keras’. Kata bujur dalam bahasa Sunda berarti ‘pantat’, sedangkan dalam bahasa Batak berarti ‘terima kasih’, dan dalam bahasa Indonesia berarti ‘panjang’.

4) perbedaan bidang khusus. Dalam bidang kedokteran kata koma berarti ‘sekarat’, sedangkan dalam bidang bahasa berarti ‘salah satu tanda baca untuk jeda’. Kata operasi dalam bidang kedokteran berarti ‘bedah, bedel’, dalam bidang kemiliteran atau yang lain berarti ‘tindakan’, dan dalam bidang pendidikan berarti ‘pelaksanaan rencana proses belajar mengajar yang telah dikembangkan secara rinci’.

5) perubahan konotasi. Kata penyesuaian berarti ‘penyamaan’, tetapi agar orang lain tidak terkejut atau marah, kata itu dipakai untuk makna ‘penaikan’. Misalnya penaikan harga menjadi penyesuaian harga.
Perkembangan lain dalam bahasa Indonesia adalah pergantian ejaan. Sejak 1972 bahasa Indonesia memakai sistem ejaan yang dinamakan Ejaan yang Disempurnakan (EYD), yang dalam kenyataannya sampai sekarang belum diperhatikan penuh oleh masyarakat pemakainya. Karena itu, kesalahan pemakaian masih banyak terjadi. Misalnya, banyak orang masih kesulitan membedakan pemakaian huruf kecil dan huruf kapital; pemakaian singkatan nama diri, nama gelar, dan nama lembaga. Padahal, jika diperhatikan, pemakaian ejaan dapat juga membedakan makna.

Selasa, 27 September 2011

SEBAB-SEBAB KETIDAKEFEKTIFAN KALIMAT

1. kontaminasi= merancukan 2 struktur benar 1 struktur salah
contoh:
- diperlebar, dilebarkan diperlebarkan (salah)
- memperkuat, menguatkan memperkuatkan (salah)
- sangat baik, baik sekali sangat baik sekali (salah)
- saling memukul, pukul-memukul saling pukul-memukul (salah)
- Di sekolah diadakan pentas seni. Sekolah mengadakan pentas seni Sekolah mengadakan pentas seni (salah)
2. pleonasme= berlebihan, tumpang tindih
contoh :
- para hadirin (hadirin sudah jamak, tidak perlu para)
- para bapak-bapak (bapak-bapak sudah jamak)
- banyak siswa-siswa (banyak siswa)
- saling pukul-memukul (pukul-memukul sudah bermakna ‘saling’)
- agar supaya (agar bersinonim dengan supaya)
- disebabkan karena (sebab bersinonim dengan karena)
3. tidak memiliki subjek
contoh:
- Buah mangga mengandung vitamin C.(SPO) (benar)
- Di dalam buah mangga terkandung vitamin C. (KPS) (benar) ??
- Di dalam buah mangga mengandung vitamin C. (KPO) (salah)
4. adanya kata depan yang tidak perlu
- Perkembangan daripada teknologi informasi sangat pesat.
- Kepada siswa kelas I berkumpul di aula.
- Selain daripada bekerja, ia juga kuliah.
5. salah nalar
- waktu dan tempat dipersilahkan. (Siapa yang dipersilahkan)
- Mobil Pak Dapit mau dijual. (Apakah bisa menolak?)
- Silakan maju ke depan. (maju selalu ke depan)
- Adik mengajak temannya naik ke atas. (naik selalu ke atas)
- Pak, saya minta izin ke belakang. (toilet tidak selalu berada di belakang)
- Saya absen dulu anak-anak. (absen: tidak masuk, seharusnya presensi)
- Bola gagal masuk gawang. (Ia gagal meraih prestasi) (kata gagal lebih untuk subjek bernyawa)
6. kesalahan pembentukan kata
- mengenyampingkan seharusnya mengesampingkan
- menyetop seharusnya menstop
- mensoal seharusnya menyoal
- ilmiawan seharusnya ilmuwan
- sejarawan seharusnya ahli sejarah
7. pengaruh bahasa asing
- Rumah di mana ia tinggal … (the house where he lives …) (seharusnya tempat)
- Sebab-sebab daripada perselisihan … (cause of the quarrel) (kata daripada dihilangkan)
- Saya telah katakan … (I have told) (Ingat: pasif persona) (seharusnya telah saya katakan)
8. pengaruh bahasa daerah
- … sudah pada hadir. (Jawa: wis padha teka) (seharusnya sudah hadir)
- … oleh saya. (Sunda: ku abdi) (seharusnya diganti dengan kalimat pasif persona)
- Jangan-jangan … (Jawa: ojo-ojo) (seharusnya mungkin)
E. Konjungsi
Konjungsi antarklausa, antarkalimat, dan antarparagraf.
Konjungsi atau kata sambung adalah kata-kata yang menghubungkan bagian-bagian kalimat, menghubungkan antarkalimat, antarklausa, antarkata, dan antarparagraf.
1. Konjungsi antarklausa
a. Yang sederajat: dan, atau, tetapi, lalu, kemudian.
b. Yang tidak sederajat: ketika, bahwa, karena, meskipun, jika, apabila.
2. Konjungsi antarkalimat: akan tetapi, oleh karena itu, jadi, dengan demikian.
3. Konjungsi antarparagraf: selain itu, adapun, namun.

TUGAS INDIVIDU


Carilah cerita pendek di media cetak atau internet kemudian analisislah berdasarkan unsur intrinsiknya ( tema, alur,penokohan,latar, amanat, sudut pandang)

Jumat, 23 September 2011

UNGKAPAN, PERIBAHASA, DAN MAJAS

UNGKAPAN
Ungkapan adalah kata atau kelompok kaya yang memiliki makna kiasan, konotatif, simbolis.
Contoh :
1.Perusahaan itu gulung tikar karena krisis ekonomi yang berkepanjangan.
2.Paijo selalu menjadi kambing hitam di kelasnya.
3.Lelaki setengah baya itu ternyata mata keranjang.


PERIBAHASA
Peribahasa adalah satuan gramatikal (bisa frase, klausa, atau kalimat) yang memiliki bentuk dan makna tetap.
Contoh :
1.Bagai air di daun talas.
2.Seperti anak ayam kehilangan induknya.
3.Lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya.


MAJAS
Majas atau gaya bahasa adalah bahasa kias yang digunakan untuk mempertajam kamsud.
A.Majas perbandingan
1.Personifikasi, yaitu majas yang membandingkan benda yang tidak bernyawa
seolah-olah dapat bertindak seperti manusia.
Contoh :
a. Bulan menangis menyaksikan manusia saling bunuh.
b. Daun-daun memuji angin yang telah menyapanya.
2.Metafora, yaitu membandingkan dua hal/benda tanpa menggunakan kata penghubung.
Contoh :
a.Bumi itu perempuan jalang.
b.Tuhan adal;ah warga negara yang paling modern.

3.Simile/Perumpamaan, yaitu membandingkan dua hal/benda dengan menggunakan kata
penghubung.
Contoh :
a.Wajahnya bagai bola api.
b.Tatapannya laksana matahari.
c.Seperti angin aku melayang kian kemari.

4.Alegori, membandingkan hal/benda secara berkelanjutan membentuk sebuah cerita.
Contoh :
Perjalanan hidup manusia seperti sungai yang mengalir menyusuri tebing-tebing,
yang kadang-kadang sulit ditebak kedalamannya, yang rela menerima segala sampah,
dan yang pada akhirnya berhenti ketika bertemu dengan laut.

B.Majas pertentangan
1.Hiperbola, mempertentangkan secara berlebih-lebihan.
Contoh :
a.Saya telah berusaha setengah mati menyelesaikan soal itu.
b.Kekayaannya selangit.

2.Litotes, mempertentangkaan dengan merendahkan diri.
Contoh :
a.Kalau sempat mampirlah ke gubukku.
b.Ah, saya ini khan cuma kacung.

3.Ironi, mempertentangkan yang bertujuan menyindir dengan menyampaikan sesuatu yang
bertentangan dengan fakta yang sebenarnya.
Contoh :
a.Hebat betul, pertanyaan semudah itu tidak bisa kaujawab.
b.Rajin betul, jam sepuluh baru datang!

4.Oksimoron, mempertentangkan secara berlawanan bagian demi bagian.
Contoh :
a.Kekalahan adalah kemenangan yang tertunda.
b.Kesedihan adalah awal kebahagiaan.

C.Majas pertautan
1.Metonimia, menghubungkan ciri benda satu dengan benda lain yang disebutkan.
Contoh :
a.Kakakku sedang membaca Pramudya Ananta Toer.
b.Belikan aku gudang garam filter.

2.Sinekdoke, mernyebut sebagian untuk keseluruhan (pars pro toto) atau keseluruhan
untuk sebagian (totum pro part).
Contoh :
a.SMA Stella Duce 2 Yogyakarta berhasil masuk final pertandingan basket.
b.Roda duanya mogok.

3.Alusio, mempertautkan hal dengan peribahasa.
Contoh :
a.Kalau kita menggunakan sebaiknya hemat jangan sampai lebih besar pasak daripada
tiang.
b.Sebaiknya kita menggunakan ilmu padi dalam kehidupan kita, semakin berisi semakin
tunduk.
4.Inversi, mengubah susunan kalimat.
Contoh :
a.Hancurlah hatinya menyaksikan kekasihnya berpaling ke lelaki lain.
b.Merahlah mukanya mendengar caci maki sahabat karibnya.

D.Majas perulangan
1.Aliterasi, mengulang bunyi konsonan yang sama.
Contoh :
a.Malam kelam suram hatiku semakin muram.
b.Gadis manis menangis hatinya teriris iris.

2.Antanaklaris, memgulang kata yang sama dengan arti yang berbeda.
Contoh :
a.Buah hatinya menjadi buah bibir tetangganya.
b.Hatinya memintanya berhati-hati.

3.Repetisi, mengulang-ulang kata, frase, atau klausa yang dipentingkan.
Contoh :
a.Di Stella Duce 2 Yogyakarta ia mulai meraih prestasi, di Stella Duce 2
Yogyakarta ia menemukan tambatan hati, di Stella Duce 2 Yogyakarta pula ia
menunggu hari tuanya.
b.Tidak ada kata lain selain berjuang, berjuang, dan terus berjuang.
4.Paralelisme, mengulang ungkapan yang sama dengan tujuan memperkuat nuansa makna.
Contoh :
a.Sunyi itu duka, sunyi itu kudus, sunyi itu lupa, sunyi itu mati.
b.

Hidup adalah perjuangan, hidup adalah persaingan, hidup adalah kesia-siaan.

MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA

Konsep Dasar Media Pembelajaran
1. Pengertian Media
Kata media sendiri berasal dari bahasa Latin medius dan merupakan bentuk
jamak dari kata medium yang secara harfiah berarti “perantara“ atau
“pengantar”. Dengan demikian, media merupakan wahana penyalur informasi
belajar atau penyalur pesan. Telah banyak pakar dan juga organisasi (lembaga)
yang mendefinisikan media pembelajaran ini, beberapa definisi tentang media
pembelajaran ini adalah sebagai berikut: media pembelajaran atau media
pendidikan adalah seluruh alat dan bahan yang dapat dipakai untuk media
pendidikan seperti radio, televisi, buku, koran, majalah dan sebagainya (Rossi
& Breidle, 1966: 3), Scram (1977) menyampaikan bahwa media adalah
teknologi pembawa pesan yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan
pembelajaran. Sementara, NEA, 1969 mengemukakan media merupakan
sarana komunikasi dalam bentuk cetak maupun audio visual, termasuk
teknologi perangkat kerasnya. Briggs (1970) berpendapat media adalah alat
bantu untuk memberikan perangsang bagi peserta didik supaya terjadi proses
belajar. Lain lagi dengan Miarso (1989) yang menyatakan bahwa media adalah
segala sesuatu yang dapat dipergunakan untuk menyalurkan pesan yang dapat
merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemauan peserta didik untuk
belajar.
Dari berbagai pendapat di atas, jelaslah bahwa pada dasarnya semua
pendapat tersebut memosisikan media sebagai suatu alat atau sejenisnya yang
dapat dipergunakan sebagai pembawa pesan dalam suatu kegiatan
pembelajaran. Pesan yang dimaksud adalah materi pelajaran. Keberadaan
media dimaksudkan agar pesan dapat lebih mudah dipahami dan dimengerti
oleh peserta didik. Bila media adalah sumber belajar, secara luas dapat
diartikan bahwa manusia, benda, ataupun peristiwa yang memungkinkan anak
didik memperoleh pengetahuan dan keterampilan dapat disebut sebagai media.
Untuk lebih mengkongkritkan penyajian pesan, sekitar pertengahan abad 20
mulai digunakan alat audio sehingga lahirlah istilah alat bantu audiovisual.
Usaha tersebut terus berlanjut. Edgar Dale mengklasifikasikan sepuluh tingkat
pengalaman belajar dari yang paling konkret sampai dengan yang paling
abstrak. Klasifikasi ini dikenal dengan nama kerucut pengalaman Dale.

Jenis-Jenis Media

Dilihat dari sifatnya, media dapat dibagi atas:
1) Media auditif, yaitu media yang hanya dapat didengar saja, atau media
yang hanya memiliki unsur suara, seperti radio dan rekaman suara.
2) Media visual, yaitu media yang hanya dapat dilihat saja, tidak
mengandung unsur suara. Jenis media yang tergolong ke dalam media
visual adalah: film slide, foto, transparansi, lukisan, gambar, dan
Media – MGMP 6 berbagai bentuk bahan yang dicetak seperti media grafis dan lain
sebagainya.
3)Media audiovisual, yaitu jenis media yang selain mengandung unsur
suara juga mengandung unsur gambar yang bisa dilihat, misalnya
rekaman video, berbagai ukuran film, slide suara, dan lain sebagainya.
Kemampuan media ini dianggap lebih baik dan lebih menarik, sebab
mengandung kedua unsur jenis media yang pertama dan kedua.

Pendapat lain dikemukakan oleh Rudy Brett (2004:44), yang mengklasifikasikan
media menjadi 7 (tujuh), yaitu:
1) Media audio visual gerak, seperti: film bersuara, pita video, film pada
televisi, televisi, dan animasi
2) Media audio visual diam, seperti: film rangkai suara, halaman suara, dan

sound slide.
3) Audio semi gerak seperti: tulisan jauh bersuara.
4) Media visual bergerak, seperti: film bisu.
5) Media visual diam, seperti: halaman cetak, foto, microphone, slide bisu.
6) Media audio, seperti: radio, telepon, pita audio.
7) Media cetak, seperti: buku, modul, bahan ajar mandiri.

STANDAR ISI BAHASA INDONESIA

32. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/ Madrasah Aliyah (MA)


A. Latar Belakang
Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi. Pembelajaran bahasa diharapkan membantu peserta didik mengenal dirinya, budayanya, dan budaya orang lain, mengemukakan gagasan dan perasaan, berpartisipasi dalam masyarakat yang menggunakan bahasa tersebut, dan menemukan serta menggunakan kemampuan analitis dan imaginatif yang ada dalam dirinya.

Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis, serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesastraan manusia Indonesia.

Standar kompetensi mata pelajaran Bahasa Indonesia merupakan kualifikasi kemampuan minimal peserta didik yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, keterampilan berbahasa, dan sikap positif terhadap bahasa dan sastra Indonesia. Standar kompetensi ini merupakan dasar bagi peserta didik untuk memahami dan merespon situasi lokal, regional, nasional, dan global.

Dengan standar kompetensi mata pelajaran Bahasa Indonesia ini diharapkan:
1. peserta didik dapat mengembangkan potensinya sesuai dengan kemampuan, kebutuhan, dan minatnya, serta dapat menumbuhkan penghargaan terhadap hasil karya kesastraan dan hasil intelektual bangsa sendiri;
2. guru dapat memusatkan perhatian kepada pengembangan kompetensi bahasa peserta didik dengan menyediakan berbagai kegiatan berbahasa dan sumber belajar;
3. guru lebih mandiri dan leluasa dalam menentukan bahan ajar kebahasaan dan kesastraan sesuai dengan kondisi lingkungan sekolah dan kemampuan peserta didiknya;
4. orang tua dan masyarakat dapat secara aktif terlibat dalam pelaksanaan program kebahasaan dan kesastraan di sekolah;
5. sekolah dapat menyusun program pendidikan tentang kebahasaan dan kesastraan sesuai dengan keadaan peserta didik dan sumber belajar yang tersedia;
6. daerah dapat menentukan bahan dan sumber belajar kebahasaan dan kesastraan sesuai dengan kondisi dan kekhasan daerah dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional.







B. Tujuan

Mata pelajaran Bahasa Indonesia bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.
1. Berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis
2. Menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa negara
3. Memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan
4. Menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, serta kematangan emosional dan sosial
5. Menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa
6. Menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia.


C. Ruang Lingkup

Ruang lingkup mata pelajaran Bahasa Indonesia mencakup komponen kemampuan berbahasa dan kemampuan bersastra yang meliputi aspek-aspek sebagai berikut.
1. Mendengarkan
2. Berbicara
3. Membaca
4. Menulis.

Pada akhir pendidikan di SMA/MA, peserta didik telah membaca sekurang-kurangnya 15 buku sastra dan nonsastra.











D. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar

Kelas X, Semester 1

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
Mendengarkan
1. Memahami siaran atau cerita yang disampaikan secara langsung /tidak langsung
1.1 Menanggapi siaran atau informasi dari media elektronik (berita dan nonberita)
1.2 Mengidentifikasi unsur sastra (intrinsik dan ekstrinsik) suatu cerita yang disam¬¬paikan secara langsung/melalui rekam¬an
Berbicara
2. Mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi melalui kegiatan berkenalan, berdiskusi, dan bercerita

2.1 Memperkenalkan diri dan orang lain di da¬lam forum resmi dengan intonasi yang tepat
2.2 Mendiskusikan masalah (yang ditemukan dari berbagai berita, artikel, atau buku)
2.3 Menceritakan berbagai pengalaman dengan pilihan kata dan ekspresi yang tepat
Membaca
3. Memahami berbagai teks bacaan nonsastra dengan berbagai teknik membaca
3.1 Menemukan ide pokok berbagai teks nonsastra dengan teknik membaca cepat (250 kata/menit)
3.2 Mengidentifikasi ide teks nonsastra dari berbagai sumber melalui teknik membaca ekstensif
Menulis
4. Mengungkapkan informasi dalam berbagai bentuk paragraf (naratif, deskriptif, ekspositif)
4.1 Menulis gagasan dengan menggunakan pola urutan waktu dan tempat dalam bentuk paragraf naratif
4.2 Menulis hasil observasi dalam bentuk paragraf deskriptif
4.3 Menulis gagasan secara logis dan sistematis dalam bentuk ragam paragraf ekspositif
Mendengarkan
5. Memahami puisi yang disampaikan secara langsung/tidak langsung
5.1 Mengidentifikasi unsur-unsur bentuk suatu puisi yang disampaikan secara langsung ataupun melalui rekaman
Mengungkapkan isi suatu puisi yang disampaikan secara langsung ataupun melalui rekaman
Berbicara
6. Membahas cerita pendek melalui kegiatan diskusi

6.1 Mengemukakan hal-hal yang menarik atau mengesankan dari cerita pendek melalui kegiatan diskusi
6.2 Menemukan nilai-nilai cerita pendek melalui kegiatan diskusi

Membaca
7. Memahami wacana sastra melalui kegiatan membaca puisi dan cerpen

7.1 Membacakan puisi dengan lafal, nada, tekanan, dan intonasi yang tepat
7.2 Menganalisis keterkaitan unsur intrinsik suatu cerpen dengan kehidupan sehari-hari
Menulis
8. Mengungkapkan pikiran, dan perasaan melalui kegiatan menulis puisi

8.1 Menulis puisi lama dengan memperhatikan bait, irama, dan rima
8.2 Menulis puisi baru dengan memperhatikan bait, irama, dan rima



Kelas X, Semester 2

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
Mendengarkan
9. Memahami informasi melalui tuturan
9.1 Menyimpulkan isi informasi yang disampaikan melalui tuturan langsung
Menyimpulkan isi informasi yang didengar melalui tuturan tidak langsung (rekaman atau teks yang dibacakan)
Berbicara
10. Mengungkapkan komentar terhadap informasi dari berbagai sumber

10.1 Memberikan kritik terhadap informasi dari media cetak dan atau elektronik
Memberikan persetujuan/dukungan terhadap artikel yang terdapat dalam media cetak dan atau elektronik

Membaca
11. Memahami ragam wacana tulis dengan membaca memindai
11.1 Merangkum seluruh isi informasi teks buku ke dalam beberapa kalimat dengan membaca memindai
11.2 Merangkum seluruh isi informasi dari suatu tabel dan atau grafik ke dalam beberapa kalimat dengan membaca memindai
Menulis
12. Mengungkapkan informasi melalui penulisan paragraf dan teks pidato
12.1 Menulis gagasan untuk mendukung suatu pendapat dalam bentuk paragraf argumentatif
12.2 Menulis gagasan untuk meyakinkan atau mengajak pembaca bersikap atau melakukan sesuatu dalam bentuk paragraf persuasif
12.3 Menulis hasil wawancara ke dalam beberapa paragraf dengan menggunakan ejaan yang tepat
12.4 Menyusun teks pidato
Mendengarkan
13. Memahami cerita rakyat yang dituturkan




13.1 Menemukan hal-hal yang menarik tentang tokoh cerita rakyat yang disampaikan secara langsung dan atau melalui rekaman
13.2 Menjelaskan hal-hal yang menarik tentang latar cerita rakyat yang disampaikan secara langsung dan atau melalui rekaman
Berbicara
14. Mengungkapkan pendapat terhadap puisi melalui diskusi

14.1 Membahas isi puisi berkenaan dengan gambaran penginderaan, perasaan, pikiran, dan imajinasi melalui diskusi
14.2 Menghubungkan isi puisi dengan realitas alam, sosial budaya, dan masyarakat melalui diskusi
Membaca
15. Memahami sastra Melayu klasik

15.1 Mengidentifikasi karakteristik dan struktur unsur intrinsik sastra Melayu klasik
15.2 Menemukan nilai-nilai yang terkandung di dalam sastra Melayu klasik
Menulis
16. Mengungkapkan pengalaman diri sendiri dan orang lain ke dalam cerpen

16.1 Menulis karangan berdasarkan kehidupan diri sendiri dalam cerpen (pelaku, peristiwa, latar)
16.2 Menulis karangan berdasarkan pengalaman orang lain dalam cerpen (pelaku, peristiwa, latar)







Kelas XI, Semester 1
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
Mendengarkan
1. Memahami berbagai informasi dari sambutan/khotbah dan wawancara
1.1 Menemukan pokok-pokok isi sambutan/ khotbah yang didengar
1.2 Merangkum isi pembicaraan dalam wawancara
Berbicara
2. Mengungkapkan secara lisan informasi hasil membaca dan wawancara
2.1 Menjelaskan secara lisan uraian topik tertentu dari hasil membaca (artikel atau buku)
2.2 Menjelaskan hasil wawancara tentang tanggapan narasumber terhadap topik tertentu
Membaca
3. Memahami ragam wacana tulis dengan membaca intensif dan membaca nyaring

3.1 Menemukan perbedaan paragraf induktif dan deduktif melalui kegiatan membaca intensif
3.2 Membacakan berita dengan intonasi, lafal, dan sikap membaca yang baik
Menulis
4. Mengungkapkan informasi dalam bentuk proposal, surat dagang, karangan ilmiah

4.1 Menulis proposal untuk berbagai keperluan
4.2 Menulis surat dagang dan surat kuasa
4.3 Melengkapi karya tulis dengan daftar pustaka dan catatan kaki
Mendengarkan
5. Memahami pementasan drama
5.1 Mengidentifikasi peristiwa, pelaku dan perwatakannya, dialog, dan konflik pada pementasan drama
5.2 Menganalisis pementasan drama berdasarkan teknik pementasan
Berbicara
6. Memerankan tokoh dalam pementasan drama


6.1 Menyampaikan dialog disertai gerak-gerik dan mimik, sesuai dengan watak tokoh
6.2 Mengekpresikan perilaku dan dialog tokoh protogonis dan atau antagonis
Membaca
7. Memahami berbagai hikayat, novel Indonesia/novel terjemahan

7.1 Menemukan unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik hikayat
7.2 Menganalisis unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik novel Indonesia/terjemahan
Menulis
8. Mengungkapkan infomasi melalui penulisan resensi

8.1 Mengungkapkan prinsip-prinsip penulisan resensi
8.2 Mengaplikasikan prinsip-prinsip penulisan resensi


Kelas XI, Semester 2

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
Mendengarkan
9. Memahami pendapat dan informasi dari berbagai sumber dalam diskusi atau seminar
9.1 Merangkum isi pembicaraan dalam suatu diskusi atau seminar
9.2 Mengomentari pendapat seseorang dalam suatu diskusi atau seminar
Berbicara
10. Menyampaikan laporan hasil penelitian dalam diskusi atau seminar
10.1 Mempresentasikan hasil penelitian secara runtut dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar
10.2 Mengomentari tanggapan orang lain terhadap presentasi hasil penelitian
Membaca
11. Memahami ragam wacana tulis dengan membaca cepat dan membaca intensif

11.1 Mengungkapkan pokok-pokok isi teks dengan membaca cepat 300 kata per menit
11.2 Membedakan fakta dan opini pada editorial
dengan membaca intensif
Menulis
12. Mengungkapkan informasi dalam bentuk rangkuman/ringkasan, notulen rapat, dan karya ilmiah

12.1 Menulis rangkuman/ringkasan isi buku
12.2 Menulis notulen rapat sesuai dengan pola penulisannya
12.3 Menulis karya ilmiah seperti hasil pengamatan, dan penelitian
Mendengarkan
13. Memahami pembacaan cerpen
13.1 Mengidentifikasi alur, penokohan, dan latar dalam cerpen yang dibacakan
13.2 Menemukan nilai-nilai dalam cerpen yang dibacakan

Berbicara
14. Mengungkapkan wacana sastra dalam bentuk pementasan drama

14.1 Mengekspresikan dialog para tokoh dalam pementasan drama
14.2 Menggunakan gerak-gerik, mimik, dan intonasi, sesuai dengan watak tokoh dalam pementasan drama
Membaca
15. Memahami buku biografi, novel, dan hikayat
15.1 Mengungkapkan hal-hal yang menarik dan dapat diteladani dari tokoh
15.2 Membandingkan unsur intrinsik dan ekstrinsik novel Indonesia/ terjemahan dengan hikayat
Menulis
16. Menulis naskah drama
16.1 Mendeskripsikan perilaku manusia melalui dialog naskah drama
16.2 Menarasikan pengalaman manusia dalam bentuk adegan dan latar pada naskah drama






Kelas XII, Semester 1

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
Mendengarkan
1. Memahami informasi dari berbagai laporan
1.1 Membedakan antara fakta dan opini dari berbagai laporan lisan
1.2 Mengomentari berbagai laporan lisan dengan memberikan kritik dan saran
Berbicara
2. Mengungkapkan gagasan, tanggapan, dan informasi dalam diskusi

2.1 Menyampaikan gagasan dan tanggapan dengan alasan yang logis dalam diskusi
2.2 Menyampaikan intisari buku nonfiksi dengan menggunakan bahasa yang efektif dalam diskusi

Membaca
3. Memahami artikel dan teks pidato
3.1 Menemukan ide pokok dan permasalahan dalam artikel melalui kegiatan membaca intensif
3.2 Membaca nyaring teks pidato dengan intonasi yang tepat
Menulis
4. Mengungkapkan infomasi dalam bentuk surat dinas, laporan, resensi





4.1 Menulis surat lamaran pekerjaan berdasarkan unsur-unsur dan struktur
4.2 Menulis surat dinas berdasarkan isi, bahasa, dan format yang baku
4.3 Menulis laporan diskusi dengan melampirkan notulen dan daftar hadir
4.4 Menulis resensi buku pengetahuan berdasarkan format baku
Mendengarkan
5. Memahami pembacaan novel
Menanggapi pembacaan penggalan novel dari segi vokal, intonasi, dan penghayatan
Menjelaskan unsur-unsur intrinsik dari pembacaan penggalan novel

Berbicara
6. Mengungkapkan pendapat tentang pembacaan puisi
6.1 Menanggapi pembacaan puisi lama tentang lafal, intonasi, dan ekspresi yang tepat
6.2 Mengomentari pembacaan puisi baru tentang lafal, intonasi, dan ekspresi yang tepat
Membaca
7. Memahami wacana sastra puisi dan cerpen
7.1 Membacakan puisi karya sendiri dengan lafal, intonasi, penghayatan dan ekspresi yang sesuai
7.2 Menjelaskan unsur-unsur intrinsik cerpen
Menulis
8. Mengungkapkan pendapat, informasi, dan pengalaman dalam bentuk resensi dan cerpen
8.1 Menulis resensi buku kumpulan cerpen berdasarkan unsur-unsur resensi
8.2 Menulis cerpen berdasarkan kehidupan orang lain (pelaku, peristiwa, latar)


Kelas XII, Semester 2

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
Mendengarkan
9. Memahami informasi dari berbagai sumber yang disampaikan secara lisan

9.1 Mengajukan saran perbaikan tentang informasi yang disampaikan secara langsung
9.2 Mengajukan saran perbaikan tentang informasi yang disampaikan melalui radio/televisi
Berbicara
10. Mengungkapkan informasi melalui presentasi program/proposal dan pidato tanpa teks
10.1 Mempresentasikan program kegiatan/proposal
10.2 Berpidato tanpa teks dengan lafal, intonasi, nada, dan sikap yang tepat
Membaca
11. Memahami ragam wacana tulis melalui kegiatan membaca cepat dan membaca intensif

11.1 Menemukan ide pokok suatu teks dengan membaca cepat 300-350 kata per menit
11.2 Menentukan kalimat kesimpulan (ide pokok) dari berbagai pola paragraf induksi, deduksi dengan membaca intensif
Menulis
12 Mengungkapkan pikiran, pendapat, dan informasi dalam penulisan karangan berpola
12.1 Menulis karangan berdasarkan topik tertentu dengan pola pengembangan deduktif dan induktif
12.2 Menulis esai berdasarkan topik tertentu dengan pola pengembangan pembuka, isi, dan penutup
Mendengarkan
13 Memahami pembacaan teks drama

13.1 Menemukan unsur-unsur intrinsik teks drama yang dididengar melalui pembacaan
13.2 Menyimpulkan isi drama melalui pembacaan teks drama
Berbicara
14 Mengungkapan tanggapan terhadap pembacaan puisi lama
14.1 Membahas ciri-ciri dan nilai-nilai yang terkandung dalam gurindam
14.2 Menjelaskan keterkaitan gurindam dengan kehidupan sehari-hari
Membaca
15 Memahami buku kumpulan puisi kontemporer dan karya sastra yang dianggap penting pada tiap periode
15.1 Mengidentifikasi tema dan ciri-ciri puisi kontemporer melalui kegiatan membaca buku kumpulan puisi komtemporer
15.2 Menemukan perbedaan karakteristik angkatan melalui membaca karya sastra yang dianggap penting pada setiap periode

Menulis
16 Mengungkapkan pendapat dalam bentuk kritik dan esai

16.1 Memahami prinsip-prinsip penulisan kritik dan esai
16.2 Menerapkan prinsip-prinsip penulisan kritik dan esai untuk mengomentari karya sastra


E. Arah Pengembangan

Standar kompetensi dan kompetensi dasar menjadi arah dan landasan untuk mengembangkan materi pokok, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian. Dalam merancang kegiatan pembelajaran dan penilaian perlu memperhatikan Standar Proses dan Standar Penilaian.


TUGAS INDIVIDU

Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan tepat!

1.Jelaskan pengertian berita, kemudian jelakan unsur – unsur pembentuk berita
tersebut!
2.jelaskan pengertian paragraf narasi ekspositoris dan buatlah contohnya minimal
lima kalimat !
3.jelaskan pengertian paragraf deskripsi dan buatlah contohnya minimal lima kalimat
!

Pada tahun 1983 penduduk dunia sudah mencapai 4,845 milyar jiwa. Dalam tempo hanya 9 tahun pertambahan penduduknya mencapai 845 juta jiwa. Istilah population explosion menggambarkan betapa hebatnya angka pertumbuhan penduduk dunia dewasa ini sehingga diibaratkan sebuah ledakan bom yang dahsyat.

4.Tentukan fakta dan opini pada teks di atas !
5.

Sebutkan dan jelaskan jenis – jenis paragraf eksposisi ( minimal empat jenis) !

Kamis, 22 September 2011

Sang Primadona

Cerpen A. Mustofa Bisri

Apa yang harus aku lakukan? Berilah aku saran! Aku benar-benar pusing.
Apabila masalahku ini berlarut-larut dan aku tidak segera menemukan pemecahannya, aku khawatir akan berdampak buruk terhadap kondisi kesehatan dan kegiatanku dalam masyarakat. Lebih-lebih terhadap dua permataku yang manis-manis: Gita dan Ragil.

Tapi agar jelas, biarlah aku ceritakan lebih dahulu dari awal.
Aku lahir dan tumbuh dalam keluarga yang -katakanlah-- kecukupan. Aku dianugerahi Tuhan wajah yang cukup cantik dan perawakan yang menawan. Sejak kecil aku sudah menjadi "primadona" keluarga. Kedua orang tuaku pun, meski tidak memanjakanku, sangat menyayangiku.

Di sekolah, mulai SD sampai dengan SMA, aku pun --alhamdulillah-juga disayangi guru-guru dan kawan-kawanku. Apalagi aku sering mewakili sekolah dalam perlombaan-perlombaan dan tidak jarang aku menjadi juara.

Ketika di SD aku pernah menjadi juara I lomba menari. Waktu SMP aku mendapat piala dalam lomba menyanyi. Bahkan ketika SMA aku pernah menjuarai lomba baca puisi tingkat provinsi.

Tapi sungguh, aku tidak pernah bermimpi akhirnya aku menjadi artis di ibu kota seperti sekarang ini. Cita-citaku dari kecil aku ingin menjadi pengacara yang di setiap persidangan menjadi bintang, seperti sering aku lihat dalam film. Ini gara-gara ketika aku baru beberapa semester kuliah, aku memenangkan lomba foto model. Lalu ditawari main sinetron dan akhirnya keasyikan main film. Kuliahku pun tidak berlanjut.

Seperti umumnya artis-artis popular di negeri ini, aku pun kemudian menjadi incaran perusahaan-perusahaan untuk pembuatan iklan; diminta menjadi presenter dalam acara-acara seremonial; menjadi host di tv-tv; malah tidak jarang diundang untuk presentasi dalam seminar-seminar bersama tokoh-tokoh cendekiawan. Yang terakhir ini, boleh jadi aku hanya dijadikan alat menarik peminat. Tapi apa rugiku? Asal aku diberi honor standar, aku tak peduli.

Soal kuliahku yang tidak berlanjut, aku menghibur diriku dengan mengatakan kepada diriku, "Ah, belajar kan tidak harus di bangku kuliah. Lagi pula orang kuliah ujung-ujungnya kan untuk mencari materi. Aku tidak menjadi pengacara dan bintang pengadilan, tak mengapa; bukankah kini aku sudah menjadi superbintang. Materi cukup."

Memang sebagai perempuan yang belum bersuami, aku cukup bangga dengan kehidupanku yang boleh dikata serba kecukupan. Aku sudah mampu membeli rumah sendiri yang cukup indah di kawasan elite. Ke mana-mana ada mobil yang siap mengantarku. Pendek kata aku bangga bisa menjadi perempuan yang mandiri. Tidak lagi bergantung kepada orang tua. Bahkan kini sedikit-banyak aku bisa membantu kehidupan ekonomi mereka di kampung. Sementara banyak kawan-kawanku yang sudah lulus kuliah, masih lontang-lantung mencari pekerjaan.

Kadang-kadang untuk sekadar menyenangkan orang tua, aku mengundang mereka dari kampung. Ibuku yang biasanya nyinyir mengomentari apa saja yang kulakukan dan menasehatiku ini-itu, kini tampak seperti sudah menganggapku benar-benar orang dewasa. Entah kenyataannya demikian atau hanya karena segan kepada anaknya yang kini sudah benar-benar hidup mandiri. Yang masih selalu ibu ingatkan, baik secara langsung atau melalui surat, ialah soal ibadah.

"Nduk, ibadah itu penting. Bagaimana pun sibukmu, salat jangan kamu abaikan!"

"Sempatkan membaca Quran yang pernah kau pelajari ketika di kampung dulu, agar tidak hilang."

"Bila kamu mempunyai rezeki lebih, jangan lupa bersedekah kepada fakir miskin dan anak yatim."

Ya, kalimat-kalimat semacam itulah yang masih sering beliau wiridkan. Mula-mula memang aku perhatikan; bahkan aku berusaha melaksanakan nasihat-nasihat itu, tapi dengan semakin meningkatnya volume kegiatanku, lama-lama aku justru risi dan menganggapnya angin lalu saja.

Sebagai artis tenar, tentu saja banyak orang yang mengidolakanku. Tapi ada seorang yang mengagumiku justru sebelum aku menjadi setenar sekarang ini. Tidak. Ia tidak sekadar mengidolakanku. Dia menyintaiku habis-habisan. Ini ia tunjukkan tidak hanya dengan hampir selalu hadir dalam even-even di mana aku tampil; ia juga setia menungguiku shoting film dan mengantarku pulang. Tidak itu saja. Hampir setiap hari, bila berjauhan, dia selalu telepon atau mengirim SMS yang seringkali hanya untuk menyatakan kangen.

Di antara mereka yang mengagumiku, lelaki yang satu ini memang memiliki kelebihan. Dia seorang pengusaha yang sukses. Masih muda, tampan, sopan, dan penuh perhatian. Pendek kata, akhirnya aku takluk di hadapan kegigihannya dan kesabarannya. Aku berhasil dipersuntingnya. Tidak perlu aku ceritakan betapa meriah pesta perkawinan kami ketika itu. Pers memberitakannya setiap hari hampir dua minggu penuh. Tentu saja yang paling bahagia adalah kedua orang tuaku yang memang sejak lama menghendaki aku segera mengakhiri masa lajangku yang menurut mereka mengkhawatirkan.

Begitulah, di awal-awal perkawinan, semua berjalan baik-baik saja. Setelah berbulan madu yang singkat, aku kembali menekuni kegiatanku seperti biasa. Suamiku pun tidak keberatan. Sampai akhirnya terjadi sesuatu yang benar-benar mengubah jalan hidupku.

Beberapa bulan setelah Ragil, anak keduaku, lahir, perusahaan suamiku bangkrut gara-gara krisis moneter. Kami, terutama suamiku, tidak siap menghadapi situasi yang memang tidak terduga ini. Dia begitu terpukul dan seperti kehilangan keseimbangan. Perangainya berubah sama sekali. Dia jadi pendiam dan gampang tersinggung. Bicaranya juga tidak seperti dulu, kini terasa sangat sinis dan kasar. Dia yang dulu jarang keluar malam, hampir setiap malam keluar dan baru pulang setelah dini hari. Entah apa saja yang dikerjakannya di luar sana. Beberapa kali kutanya dia selalu marah-marah, aku pun tak pernah lagi bertanya.

Untung, meskipun agak surut, aku masih terus mendapatkan kontrak pekerjaan. Sehingga, dengan sedikit menghemat, kebutuhan hidup sehari-hari tidak terlalu terganggu. Yang terganggu justru keharmonisan hubungan keluarga akibat perubahan perilaku suami. Sepertinya apa saja bisa menjadi masalah. Sepertinya apa saja yang aku lakukan, salah di mata suamiku. Sebaliknya menurutku justru dialah yang tak pernah melakukan hal-hal yang benar. Pertengkaran hampir terjadi setiap hari.

Mula-mula, aku mengalah. Aku tidak ingin anak-anak menyaksikan orang tua mereka bertengkar. Tapi lama-kelamaan aku tidak tahan. Dan anak-anak pun akhirnya sering mendengar teriakan-teriakan kasar dari mulut-mulut kedua orang tua mereka; sesuatu yang selama ini kami anggap tabu di rumah. Masya Allah. Aku tak bisa menahan tangisku setiap terbayang tatapan tak mengerti dari kedua anakku ketika menonton pertengkaran kedua orang tua mereka.

Sebenarnya sudah sering beberapa kawan sesama artis mengajakku mengikuti kegiatan yang mereka sebut sebagai pengajian atau siraman rohani. Mereka melaksanakan kegiatan itu secara rutin dan bertempat di rumah mereka secara bergilir. Tapi aku baru mulai tertarik bergabung dalam kegiatan ini setelah kemelut melanda rumah tanggaku. Apakah ini sekadar pelarian ataukah --mudah-mudahan-- memang merupakan hidayah Allah. Yang jelas aku merasa mendapatkan semacam kedamaian saat berada di tengah-tengah majelis pengajian. Ada sesuatu yang menyentuh kalbuku yang terdalam, baik ketika sang ustadz berbicara tentang kefanaan hidup di dunia ini dan kehidupan yang kekal kelak di akhirat, tentang kematian dan amal sebagai bekal, maupun ketika mengajak jamaah berdzikir.

Setelah itu, aku jadi sering merenung. Memikirkan tentang diriku sendiri dan kehidupanku. Aku tidak lagi melayani ajakan bertengkar suami. Atau tepatnya aku tidak mempunyai waktu untuk itu. Aku menjadi semakin rajin mengikuti pengajian; bukan hanya yang diselenggarakan kawan-kawan artis, tapi juga pengajian-pengajian lain termasuk yang diadakan di RT-ku. Tidak itu saja, aku juga getol membaca buku-buku keagamaan.

Waktuku pun tersita oleh kegiatan-kegiatan di luar rumah. Selain pekerjaanku sebagai artis, aku menikmati kegiatan-kegiatan pengajian. Apalagi setelah salah seorang ustadz mempercayaiku untuk menjadi "asisten"-nya. Bila dia berhalangan, aku dimintanya untuk mengisi pengajian. Inilah yang memicu semangatku untuk lebih getol membaca buku-buku keagamaan. O ya, aku belum menceritakan bahwa aku yang selama ini selalu mengikuti mode dan umumnya yang mengarah kepada penonjolan daya tarik tubuhku, sudah aku hentikan sejak kepulanganku dari umrah bersama kawan-kawan. Sejak itu aku senantiasa memakai busana muslimah yang menutup aurat. Malah jilbabku kemudian menjadi tren yang diikuti oleh kalangan muslimat.

Ringkas cerita; dari sekadar sebagai artis, aku berkembang dan meningkat menjadi "tokoh masyarakat" yang diperhitungkan. Karena banyaknya ibu-ibu yang sering menanyakan kepadaku mengenai berbagai masalah keluarga, aku dan kawan-kawan pun mendirikan semacam biro konsultasi yang kami namakan "Biro Konsultasi Keluarga Sakinah Primadona". Aku pun harus memenuhi undangan-undangan --bukan sekadar menjadi "penarik minat" seperti dulu-- sebagai nara sumber dalam diskusi-diskusi tentang masalah-masalah keagamaan, sosial-kemasyarakatan, dan bahkan politik. Belum lagi banyaknya undangan dari panitia yang sengaja menyelenggarakan forum sekadar untuk memintaku berbicara tentang bagaimana perjalanan hidupku hingga dari artis bisa menjadi seperti sekarang ini.

Dengan statusku yang seperti itu dengan volume kegiatan kemasyarakatan yang sedemikian tinggi, kondisi kehidupan rumah tanggaku sendiri seperti yang sudah aku ceritakan, tentu semakin terabaikan. Aku sudah semakin jarang di rumah. Kalau pun di rumah, perhatianku semakin minim terhadap anak-anak; apalagi terhadap suami yang semakin menyebalkan saja kelakuannya. Dan terus terang, gara-gara suami, sebenarnyalah aku tidak kerasan lagi berada di rumahku sendiri.

Lalu terjadi sesuatu yang membuatku terpukul. Suatu hari, tanpa sengaja, aku menemukan sesuatu yang mencurigakan. Di kamar suamiku, aku menemukan lintingan rokok ganja. Semula aku diam saja, tapi hari-hari berikutnya kutemukan lagi dan lagi. Akhirnya aku pun menanyakan hal itu kepadanya. Mula-mula dia seperti kaget, tapi kemudian mengakuinya dan berjanji akan menghentikannya.

Namun beberapa lama kemudian aku terkejut setengah mati. Ketika aku baru naik mobil akan pergi untuk suatu urusan, sopirku memperlihatkan bungkusan dan berkata: "Ini milik siapa, Bu?"

"Apa itu?" tanyaku tak mengerti.
"Ini barang berbahaya, Bu," sahutnya khawatir, "Ini ganja. Bisa gawat bila ketahuan!"
"Masya Allah!" Aku mengelus dadaku. Sampai sopir kami tahu ada barang semacam ini. Ini sudah keterlaluan.

Setelah aku musnahkan barang itu, aku segera menemui suamiku dan berbicara sambil menangis. Lagi-lagi dia mengaku dan berjanji kapok, tak akan lagi menyentuh barang haram itu. Tapi seperti sudah aku duga, setelah itu aku masih selalu menemukan barang itu di kamarnya. Aku sempat berpikir, jangan-jangan kelakuannya yang kasar itu akibat kecanduannya mengonsumsi barang berbahaya itu. Lebih jauh aku mengkhawatirkan pengaruhnya terhadap anak-anak.

Terus terang aku sudah tidak tahan lagi. Memang terpikir keras olehku untuk meminta cerai saja, demi kemaslahatanku dan terutama kemaslahatan anak-anakku. Namun seiring maraknya tren kawin-cerai di kalangan artis, banyak pihak terutama fans-fansku yang menyatakan kagum dan memuji-muji keharmonisan kehidupan rumah tanggaku. Bagaimana mereka ini bila tiba-tiba mendengar --dan pasti akan mendengar-- idolanya yang konsultan keluarga sakinah ini bercerai? Yang lebih penting lagi adalah akibatnya pada masa depan anak-anakku. Aku sudah sering mendengar tentang nasib buruk yang menimpa anak-anak orang tua yang bercerai. Aku bingung.

Apa yang harus aku lakukan? Apakah aku harus mengorbankan rumah tanggaku demi kegiatan kemasyarakatanku, ataukah sebaiknya aku menghentikan kegiatan kemasyarakatan demi keutuhan rumah tanggaku? Atau bagaimana? Berilah aku saran! Aku benar-benar pusing!***

Ngelmu Sigar Rasa

Cerpen: A Mustofa Bisri
Sumber: Media Indonesia, Edisi 07/06/2003


AKU beruntung bisa bertemu dengan Mbah Joned. Kabar yang sampai kepadaku sebelumnya, tidak setiap orang bisa bertemu atau ditemui kiai sepuh yang melegenda itu. Bahkan, konon ada yang sudah sowan 12 kali tidak pernah bertemu atau tidak ditemui oleh beliau. Menurut kepercayaan orang-orang yang mengenalnya, Mbah Joned memang tidak selalu bersedia ditemui. Ada seorang jenderal yang sudah menunggu seharian, gagal bertemu dengan beliau. Tetapi, seorang kusir dokar malah disambut di depan pintu rumah beliau dengan penuh penghormatan. Kabarnya Mbah Joned tahu tujuan setiap orang yang akan sowan. Dan, berdasarkan tujuan si tamu itulah, Mbah Joned bersedia menemui atau tidak. Wallahualam, yang penting alhamdulillah aku ditemui beliau.
Aku dan beberapa tamu yang lain ditemui Mbah Joned di 'ruang tamu'-nya, sebuah kamar yang pengap. Hanya ada sebuah kursi di ruang itu, kursi besar yang beliau duduki. Sedangkan kami, tamu-tamunya, dipersilakan duduk di dipan yang rupanya tempat beliau tidur. Dipan bambu itu beralaskan tikar compang-camping dan di sana-sini, menumpuk pakaian-pakaian bercampur dengan kitab-kitab yang hampir semua kelihatan sudah kuno. Kami disuguhi minuman yang berbeda-beda dengan cangkir yang berbeda-beda pula. Ada yang mendapat teh dalam cangkir porselen, ada yang kopi dalam cangkir kaleng, ada yang wedang jahe dalam cangkir tanpa pegangan, dsb. Konon, semua itu ada maknanya, tetapi entah, aku sendiri tak begitu mengerti. Aku sendiri mendapat minuman legen--nira yang baru disadap--dalam gelas bambu. Makanannya, semua rebusan: jagung, ketela, kacang, pisang, dan gendoyo, semangka muda.
Rata-rata tamu yang bersamaku tidak menyampaikan maksud apa-apa sebelum ditanya atau didawuhi. Mereka hanya menunggu apa kata Mbah Joned dan segera pamit pulang setelah disodori tangan beliau untuk bersalaman. Aku sengaja menunggu mereka semua pergi dan agaknya Mbah Joned sendiri arif tentang hal ini. Beliau tidak menanyaiku apa-apa, sebelum semua tamu yang lain pergi.
"Nah, sekarang tinggal kita bertiga, silakan, sampaikan keperluan sampeyan!" kata Mbah Joned ramah. Hampir saja aku bertanya, kok bertiga? Siapa yang lain? Untung aku segera menyadari bahwa yang dimaksud tentu kami berdua dan Allah. Maka, aku langsung memberanikan diri menyampaikan maksudku, ingin memohon ijazah*) dari beliau.
"Wah, Sampeyan beruntung," kata Mbah Joned lagi sambil mengawasi diriku seperti mengawasi makhluk aneh, "hari ini aku sedang murah hati. Sampeyan akan aku beri ijazah istimewa. Ngelmu yang akan aku ijazahkan kepada Sampeyan ini sudah jarang dipunyai orang zaman sekarang dan belum pernah aku ijazahkan kepada orang lain."
Hatiku berbunga-bunga mendengar dawuh Mbah Joned itu, tetapi agak deg-degan juga aku ketika beliau melanjutkan, "Ya, asal Sampeyan sanggup dan berhasil menerimanya." Apa kira-kira maksud beliau?
Aku tidak perlu terlalu lama bertanya-tanya karena kemudian beliau bangkit dari kursi antiknya dan beranjak duduk di dipan, di sampingku. Dipegangnya pundakku dan dihadapkan ke arah beliau. Kami berhadap-hadapan kini.
"Sampeyan sudah siap?"
Aku mengangguk ragu-ragu.
"Yang mantap! Siap atau tidak?"
"Siap, Mbah!"
"Aku akan merapalkan bacaannya dan tidak boleh Sampeyan tulis! Siap?"
"Ya, Mbah!"
Kemudian Mbah Joned merapalkan bacaan yang terdiri dari lafal-lafal Arab campur Jawa.
"Nah, Sampeyan sudah menangkapnya?"
Aku bingung.
"Jika apa yang aku rapalkan tadi Sampeyan bisa hafal, berarti ngelmu ini jodoh untuk Sampeyan. Kalau tidak ya sudah, tidak jodoh namanya."
Aku diam saja karena memang hanya sebagian saja yang bisa aku tangkap dan hafal.
"Baiklah, hari ini Sampeyan memang beruntung, aku lagi murah hati. Aku akan membacanya sekali lagi. Dengarkan baik-baik! Siap?"
Aku mengangguk.
Mbah Joned kembali merapalkan bacaannya, kali ini lebih cepat dari yang pertama tadi. Kemudian dipandanginya wajahku dan katanya memerintah, "Coba Sampeyan ulangi apa yang baru aku baca!"
Dengan memeras ingatan, alhamdulillah, aku berhasil mengulangi apa yang beliau baca. Mbah Joned langsung menangkap tanganku, disalaminya, "Selamat! Jodoh! Sampeyan berhasil!"
Kemudian diterangkan tata caranya mengamalkan ngelmu yang beliau sebut sebagai Sigar Raga itu. Setelah aku memahami semua penjelasannya, aku pun pamit sambil berkali-kali menyampaikan terima kasih.
Di sepanjang jalan dalam perjalanan pulang, aku ulang-ulang bacaan ijazah Mbah Joned itu, agar tidak hilang dari ingatan.
***
Rasanya tidak sabar untuk segera mengamalkan ngelmu Sigar Raga pemberian Mbah Joned. Segera setelah sampai rumah, aku langsung mempersiapkan diri. Inilah yang lama aku idam-idamkan, mengamalkan ngelmu Mbah Joned yang terkenal ampuh itu.
Singkat cerita, aku benar-benar melakukan puasa mutih**) selama tujuh hari. Mula-mula ibuku menanyakan juga, tetapi setelah aku katakan bahwa aku hanya ingin tirakat, beliau pun tak bertanya-tanya lagi.
Begitulah, pada malam hari kedelapan, aku praktikkan tata cara yang diajarkan Mbah Joned. Aku berpakaian serbaputih dan tidur telentang di atas tanah sendirian di tengah malam, lalu aku rapalkan bacaannya dan aku bayangkan diriku keluar dari tubuhku yang telentang. Ajaib. Mungkin bacaan itu memperkuat konsentrasiku, atau bagaimana, entahlah. Yang jelas aku tiba-tiba bisa membayangkan sangat jelas diriku sendiri keluar dari tubuhku yang telentang. Pelan-pelan diriku meninggalkan tubuhku. Sambil telentang kulihat diriku tersenyum menjauhiku. Ketika sampai di pintu, aku membalik melihat diriku yang telentang dan tersenyum pula kepadaku. Dan, sesuai wejangan Mbah Joned, aku pun kemudian berkata kepada diriku yang telentang mengawasiku, "Mus, ingsun arep lungo, siro kario nang ngomah!" (Mus, aku pergi ya, kamu tinggal saja di rumah!). Kulihat diriku mengangguk dan melambaikan tangan. Aku pun pergi meninggalkan diriku.
***
Aku termasuk aktivis termuda dalam partaiku. Siang malam tenaga dan pikiranku aku curahkan untuk partai. Rapat-rapat, turba ke daerah-daerah, dan tentu saja kampanye terselubung maupun resmi, aku jalani dengan penuh semangat. Aku ikuti dan teladani semua sikap dan gerak-gerik seniorku. Bahkan, tak mengapa, aku rela, kadang-kadang menjadi pesuruhnya atau keluarganya, di kantor maupun di rumah. Dan, jerih-payahku tidak sia-sia. Akhirnya aku terpilih menjadi salah satu ketua di partai tingkat pusat. Dalam pencalonan aku termasuk urutan jadi di DPR.
Ketika sudah duduk terhormat sebagai wakil rakyat, inilah saat menuai jerih payahku selama ini. Aku mendapat perumahan yang cukup mentereng dan mobil bergengsi. Gajiku besar. Belum lagi jika dihitung macam-macam tunjangan. Masih ada pemasukan-pemasukan tambahan, seperti jika ada kenalan yang membutuhkan jasaku untuk memperoleh jabatan ini-itu, aku selalu mendapatkan persenan yang lumayan. Koleksi mobilku dan jumlah simpanan dalam rekeningku di berbagai bank terus bertambah. Pendek kata, hidupku makmur kini. Selamat tinggal hidup sulit!
Bila aku turba ke daerah, semuanya sudah diatur 'anak buah'-ku. Aku tinggal datang menggunakan pesawat, lalu di daerah sudah ada yang menjemput. Pekerjaanku tinggal menyampaikan informasi tentang perkembangan politik aktual dan memberikan brifing-brifing. Kalau capek, hotel berbintang sudah disiapkan untukku komplet dengan tukang pijat yang yahud.
Semua orang menghormatiku. Bicara dan sikapku selalu dibenarkan oleh semua orang yang ada di sekelilingku. Setiap kali aku bermusyawarah dengan para pembantuku dan bertanya sesuatu, selalu mereka menjawab serempak, "Apa yang baik menurut Bapak, itulah yang terbaik menurut kami." Juga ketika aku membisikkan keinginanku 'menyimpan' artis cantik favoritku kepada orang kepercayaanku, spontan dia mendukungnya seratus persen. Bahkan, dia bersedia memfasilitasi. Aku tinggal tahu beres.
Entah bagaimana caranya, orang kepercayaanku itu bisa saja mendapatkan rumah yang molek di pinggiran kota untuk si artis kesayanganku. Setiap kali aku merasa pusing memikirkan tetek-bengek urusan kantor atau Dewan, aku segera meluncur dengan BMW atau Marcedesku ke rumah molek itu. Dan, artis kesayanganku sudah menungguku dengan manja. Pusing pun lenyap. Seharian aku bermain-main dan berpesta-pora dengan kesayanganku. Sedap juga hidup begini.
***
Ketika reses panjang, semua anggota DPR dari partaiku mendapat tugas pembinaan ke daerah. Atas usulku disetujui bahwa tugas semua anggota melakukan pembinaan ke daerah masing-masing. Alhamdulillah. Sebenarnya latar belakang usulku itu bersifat pribadi. Aku ingin menjenguk rumah yang sudah cukup lama kutinggalkan. Aku berangkat naik pesawat, kemudian dari kota provinsi aku melanjutkan dengan taksi. Aku sengaja tidak menggunakan mobil pribadi karena aku pikir akan sangat capek di perjalanan. Lagi pula, dalam ketentuan lumsum disebutkan transportasi menggunakan pesawat. Aku hanya membawa tas kecil dan sekadar oleh-oleh yang dibelikan stafku ketika di airport, "Untuk ibunda, madu Sumbawa," katanya.
Magrib, taksiku sampai tujuan. Kampung halamanku ternyata masih tetap seperti sediakala. Tidak terlalu kumuh, tetapi kentara sekali sebagai daerah miskin. Di pinggir-pinggir jalan beberapa lampu 10 watt yang dipasang di tiang-tiang bambu--dengan kabel berseliweran--sudah mulai menyala. Listrik di pinggir jalan ini sajalah yang menunjukkan bahwa kampungku tersentuh pembangunan. Ada sedikit rasa malu singgah sebentar, tetapi ah, mengapa dipikirin.
Memasuki halaman rumahku, aku agak gembira. Tampak lebih bersih dan pagar hidup dari tanaman luntas di depan rumah kelihatan terawat baik. Ini pasti kerja Lik Tukin, adik ibu yang selama ini mengawani dan membantunya. Orang tua itu memang sering keluar rajinnya. Setelah membayar taksi, aku masih berdiri di depan rumahku yang terbuat dari kayu tanpa dicat. Masih tetap seperti dulu. Di depan pintu ada lampu 10 watt seperti lampu-lampu di jalan. Aku berharap ibuku atau Lik Tukin mendengar suara erangan taksi dan keluar menyambutku. Tetapi, ternyata lengang-lengang saja. Ke mana gerangan ibu? Dan, ke mana pula Lik Tukin? Pintu rumah tidak terkunci, berarti mereka tidak sedang keluar.
Aku masuk rumah. Ternyata keadaaan di dalam rumah juga bersih, meski tidak ada perubahan. Meja-kursi masih meja-kursi yang dulu. Juga sekesel kuno yang ada gambarnya burak dan Masjid Demak, masih berdiri menyekat ruang. Ke mana saja uang yang setiap kali aku kirimkan untuk memperbaiki dan melengkapi perabotan rumah? Mungkin dibelikan sawah oleh ibu. Syukurlah jika begitu. Investasi berupa sawah atau tanah memang menguntungkan. Tak bakal merugi. Baru saja aku meletakkan tasku, kudengar suara lirih dari dalam salah satu kamar, kamar ibuku. "Mus ya?" Ah, itu dia suara ibu. Aku merasa lega sekaligus heran, bagaimana beliau tahu aku datang? "Likmu Tukin sudah datang?" Aku tak menjawab, tetapi langsung masuk ke kamar sambil menjinjing bungkusan oleh-oleh madu Sumbawa.
Ibu sedang bersujud, mencopot rukuhnya. Meski membelakangiku, tampaknya ibu merasakan kehadiranku. Beliau terus berbicara, meski aku bingung menangkap maksudnya, "Kau belikan pesananku, Mus?" Lo, pesanan apa? Aku benar-benar bingung. Mengapa ibu biasa-biasa saja aku datang? Tidak menyambutku. Bahkan, seperti sama sekali tidak terkejut atau gembira. Sejenak aku masih berdiri tertegun sambil mengawasinya mengemasi mukenanya. Tetapi, akhirnya aku memutuskan menyapanya.
"Bu, aku datang!"
Ibu membalikkan tubuhnya sambil tertawa. Matanya terbelalak melihat diriku, tetapi tawanya makin berderai. "Lo, Mus, apa-apaan kau ini?" katanya di sela-sela derai tawanya. Ini bukan sambutan ibu untuk anaknya yang lama tak pulang, pikirku. "Kapan kau datang dan akan terus pergi ke mana malam-malam begini?" tanyanya semakin membuatku tidak mengerti. "Itu pakaian siapa yang kaupakai? Kayak orang kota saja! Itu madu yang kupesan ya?!" Dalam kebingungan aku hampiri beliau dan aku cium tangannya. Tetapi aneh. Seperti geli, ibu menarik tangannya. "Hei, Mus, kesambet di mana kau ini?"
Aku sungguh tidak mengerti. Tak ada satu patah kata pun yang diucapkan ibu aku pahami. Sampai masuk seorang lelaki berpakaian putih-putih sambil menjinjing bungkusan persis seperti bungkusan oleh-oleh yang dibelikan stafku. Madu Sumbawa. Aku berdiri mematung mengawasinya. Demikian pula dia....
***
Selesai berjemaah magrib di masjid, bersama Haji Muin, aku mampir ke tokonya, mengambil madu Sumbawa titipan ibu. Ternyata di tempat sahabat almarhum ayahku itu aku ditahan untuk makan malam. Mudah-mudahan saja ibu tidak gelisah menungguku. Sebenarnya setelah makan, Haji Muin masih menahanku ingin mengajak ngobrol, tetapi setelah aku ingatkan tentang ibuku yang sendirian di rumah, dia memaklumi dan membiarkan aku pulang.
Sampai di rumah, tanpa menoleh, aku langsung menuju ke kamar ibu. Aku kaget, kulihat seorang lelaki ada di kamar ibuku. Orang itu memandangku seperti melihat hantu. Aku terpaku memandanginya. Demikian pula dia....
***
Perempuan dalam kamar itu terus tertawa melihat anaknya tiba-tiba menjadi seperti patung. Ketika beranjak ke dapur sambil membawa bungkusan madu Sumbawa pun masih terdengar derai tawanya. "Mus, Mus, aneh-aneh saja kau!" katanya di sela-sela tawanya yang semakin geli.
***
Rembang, 9 Ramadan 1423
*) ijazah = pemberian doa, wirid, atau bacaan-bacaan, ada kepercayaan: doa, wirid, atau bacaan-bacaan yang diamalkan tanpa ijazah, tidak manjur, bahkan bisa berbahaya.
**) mutih = dari kata putih, puasa dengan berbuka tanpa lauk. Biasanya hanya dengan nasi dan garam